A. Lokasi
Secara administratif Kampung Tradisional Takpala terletak didusun III Kamengtaha Desa Lembur Barat kecamatan Alor Barat Laut dengan batas-batas geografisnya adalah sebagai berikut :
1. Sebelah utara berbatasan denngan laut Flores
2. Sebelah selatan berbatasan denga Desa Lembur Tengah dan desa Welai Selatan.
3. Sebelah Timur berbatasan dengan desa Likwatang
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun II Desa Lembur Barat.
Sedangkan batas-batas geografi kawasan studi adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan kebun Penduduk
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan kebun penduduk
3. Sebelah Timur berbatasan dengan kebun penduduk
4. Sebelah Barat berbatasan dengankebun penduduk
Kampung ini secara topografi terletak dilereng bukit yang berada pada ketinggian kurang lebih 150 M, diatas permukaan laut, dengan kemiringan antara 5-40o.
B. Pola Perkampungan
Dalam hal ini yang dimaksud dengan pola perkampungan adalah pola perletakan bangunan ( tata letak bangunan ). Jika dilihat sepintas dari tata letak bangunan yang dikampung tradsional Takpala, yang menyebar mengelilingi topografi tanahnya, maka dengan mudah dapat dipastikan bahwa penataan kampung tersebut bepola baris atau lazim dikenal dengan sebutan pola linier. Namun jika dilihat dari perletakan bangunan terhadap ruang terbuka yang merupakan ruang bersama disekitar Mesbah/Misbah, maka pola perletakan bangunan pada kampung tradsional Takpala lebih tepat digolongkan kedalam pola ‘Tancan’ atau lazim disebut dengan nama pola claster. Hal ini diperjelas lagi oeh perletakan rumah adat yang menempati posisi sentral /strategis yang berhadapan dengan mesbah dan peralatan terbuka didepannya. Selain itu posisi rumah adat juga sangat simetris terhadap perletakan bangunan lainnya pada sisi kiri dan sisi kanan dari pelataran terbuka tersebut.
Pada kampung tradisional Takpala terdapat beberapa komponen penting yang membentuk pola perkampungannya, yakni: Mesang, Mesbah, Lik, Kolwat, Kanuarwat, Fala, Dan Tova.
1. Mesang ( Pelataran )
Mesang merupakan ruang terbuka/ pelataran terbuka (komunal space) yang letaknya sangat strategi sebagai sarana komunikasi atau kontak sosial antar sesama didalam kehidupan bermasyarakat di kampung Takpala. Pelataran ini bentuknya mendekati bentuk bulat telur (oval) dengan diameter kearah memanjang kurang lebih 12 M, dan ditengah-tengahnya terdapat sebuah Mesbah/Misbah.
Pada upacara-upacara adat tertentu tempat ini biasanya digunakan sebagai tempat duduk warga masyarakat/ suku ataupun sebagai tempat melakukan/pementasan seni budaya, seperti lego-lego (luk) misalnya.
Dengan demikian Meseng, sebagai sarana kontak sosial/komunikasi, juga merupakan tempat suci, pada tempat ini biasanya dilakukan upacara-upacara adat yang bersifat religius.
2. Mesbah (misbah)
Mesbah merupakan susunan batu atau onggokan batu yangterbuat daru batu kali atau lempengan-lempengan batu yang menyerupai papan yang ditumpuk dalm bentuk melingkar, oval, atau persegi. Oleh para ahli Arkeologi susunan batu melingkar atau temu. Gelang ini merupakan satu produk budaya Megalitik dengan ukuran yang sangat berfariasi.
Mesbah di kampung tradisionsl Takpala memiliki ukuran tinggi 70 Cm (0,70 M) dengan diameter 185 cm (1,85 cm). Pada bagian atas (puncak dari Mesbah ini ditanam tiga buah batu dala posisi berdiri yang menyerupai Menhir yang oleh masyarakat setempat disebut Kameng Halifi.
Fungsi utama dari Mesbah di Alor umumnya dan dikampung tradisional Takpala khususnya adalah sebagai tempat upacara/pemujaan yang sifatnya sangat sakral (suci) upacara-upacara antara lain untuk menolak bala/mengusir wabah, mohon kesuburan tanaman, mohon keberhasilan dalam perang, pertemuan/rapat parra tua adat, dan lain sebagainya. Bahkan konon ceritranya pada zaman yang lampau pada musu para musuh yang kalah perang kepalanya dipenggal dan ditanam didalam Mesbah tersebut. Upacara-upacara ini biasanya disertai dengan menyembli binatang kurban, seperti : ayam, kambing, babi, dan berbagai kelengkapan upacara lainnya berupa siripinang, nasi dan telur, dengan diiringi pengucapan doa-doa oleh seorang pemimpin upacara yang disebut Marang.
3. Rumah Adat
Pada masyarakatr suku Abui dikampung tradisional Takpala terdapat sepasang rumah adat yang disebut Kolwat dan kanuarwat. Rumah adat ini merupakan pusat segala kegiatan suku , terutama urusan adat yang pegaturannya dilakukan oleh kepala suku. Untuk memudahkan pembahasan dan mengingat adanya perbedaan antara kedua rumah adat ini, maka pembahasannya dapat dipisahkan sebagai berikut :
a. Rumah Adat Kolwat
Rumah adat kolwat letaknya berdampingan dengan rumah adat Kanurwat, dengan arah bukaan pintunya kesisi sebelah kanan (barat) dari rumah adat kanurwat. Pada kondisi kesehariannya rumah adat ini tidak berpengaruhi, kecuali pada saat penyelenggaraan pesta-pesta (upacara adat), yang pada prinsipnya boleh dimasuki oleh siapa saja tanpa kecuali pria dan wanita. Rumah adat kolwat memiliki bentuk sederhana berbentuk bujur sangkar dengan ukuran kurang lebih 3,70 M x 3,70 M. Bentuk denah ini juga merupakan cerminan ruang dalamnya yang sederhana yang terbagi menjadi dua oleh sirkulasi yang letaknya ditengah ruangaan yang membujur dari timur ke barat. Disebelah utara terdapat sebuah bale-bale bambu yang tingginya kurang lebih 0,65 m dari permukaan lantai . bale-bale ini biasanya dilakukan sebahgai tempat duduk pada waktu melaksanakan pesta-pesta atau upacara adat. Sedangkan disebelah kanan terdapat bilik kecil yang dibatasi oleh dinding yang terbuat dari anyaman bambu (gedek). Didalam bilik ini juga terdapat sebuah bale-bale berukuran kecil yang tingginya kurang lebih 0,65 m dari permukaan lantai yang terletak disebelah timur. Sementara disisi sebelah barat, terdapat sebuah tangga dari bambu yang menghubungkan loteng diatasnya yang dihubungkan , yang digunakan sebagai tempat penyimpanan perabot pada waktu upacara adat.
b. Rumah Adat Kanuarwat
Seperti halnya rumah adat kolwat, rumah adat kanuarwat hanya dihuni dimasuki pada waktu pesta-pesta/upacara-upacara adat, namun itupun tidak semua orang boleh masuk, selain anak sulung laki-laki atau tetua adat ataupun pemimpin upacara. Didalam rumah adat ini disimpan berbagai benda-benda pusaka seperti; Moko (gendang perunggu), Priuk, tombak, dan perlengkapan upacara lainnya yang diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Bentuk denah sama denga bentuk rumah adat kolwat yaitu bujur sangkar dengan ukuan kurang lebih 370x370cm (3,70x3,70m) tapi perbedaan terletak pada penempatan tiang utama dan bukaan pintu. Jika pada rumah aat kolwat, tiang utamanya terletak dibagian keempat sudut/pojok bagian luar bangunan , maka pada rumah adat kanuarwat, tiang utamanya berada didalam ruang.
Demikian juga dengan bukaan atau pintunya, kalau pada rumah adat kolwat bukaanya mengarah ke timur dan barat, maka pada rumah adat kanuarwat salah satu menghadap kebarat atau ke rumah adat kolwat, seangkan satu pintunya menghadap ke utara atau ke mesbah dan masang (pelataran terbuka).
Perbedaan lainnya yang cukup mendasar adalah ragam hias yang ada pada rumah adat kanuarwat, yang sama sekali tidak ditemui pada rumah adat kolwat. Semenratara itu ruang dalamnya tidak ada pemisahan dengan dinding yang permanen, tetapi terbuka dan ditengah-tengah terdapat bale-bale bambu yang tingginya kurang lebih 65 cm (0,65 m) dari muka lantai. Tetapi diatas bale-bale tersebut terdapat sebuah para-para yang digantungkan pada balok loteng yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda pusaka dan benda-benda upacara serta barang-barang suci lainnya. Selain itu disisi sebelah Barat tepat disamping tiang utama bagian belakang terdapat sebuah tangga bambu yang digunakan sebagai tempat pengubung loteng diatasnya, yang memiliki fungsi yang sama seperti para-para yakni sebagai tempat penyimpanan benda-benda pusaka/suci milik suku.
4. Fungsi Rumah Adat
Secara umum dapat dikatakan bahwa rumah adat dalam kehidupan masyarakat abui di kampung tradisional Takpala setidaknya mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi sosial dan fungsi religius.
a. Fungsi sosial
Rumah adat merupakan satu wadah kegiatan sosialisasi masyarakat untuk belajar memahami dan menghayati kebudayaan dengan cara belajar sambil bekerja (pendidikan informal). Aplikasinya adalah berupa upacara-upacara adat yang selalu dilakukan dalam rumah adat tersebut.
Disamping itu rumah adat juga merupaka tempat untuk menjamin persatuan dan kesatuan seluruh warga pendukungnya (suku), karena rumah adat ini , selain dibanguna oleh segenap warga suku pada waktu dan suasana tertentu, misalnya pada pesta-pesta/upacara adat.
b. Fungsi Religius
Rumah adat merupakan tempat untuk dilakukannya upacara-upacara adat yang bersifat religius, seperti upacara yang berkaitan dengan kegiatan pertanian, perkawinan, menolak wabah, dan lain sebagainya. Selain itu, adanya barang-barang pusaka dan barang suci lainnya, membuktikan bahwa rumah adat bukan saja sebagai wadah sosial masyarakat, melainkan juga sebagai tempat suci dimana manusia bertemu dengan sang pencipta (Lahatala) yang menyelangarakan hidup manusia.
5. Ragam Hias
Ragam hias terutama digunakan pada rumah adat Kanuarwat yang ditempatkan pada tiang-tiang penunjang, balok, dan bingkai daun pintu bagian luar. Ragam hias dapat juga ditemui pada Lik (podium/panggung), ragam hias tersebut umumnya berbentuk geometris seperti: bela ketupat, segi tiga, lingkaran dan elips yang diberikan warna tertentu. Warna dasar yang paling umum digunakan adalah hitam, putih, merah hati, dan kuning yang diambil dari jenis tanah tenrtentu pula. Keempat warna ini hampir selalu merupakan satu komposisi dalam satu ragam hias yang ditempatkan selang-seling.
Gelap an terang warna juga nampaknya sangat diperhatiakan sehingga pada bagian tertentu seperti pintu yang seolah-olah ada penekanan. Karena pada bagian ini jelas sekali adanya warna yang menonjol atau lebih terang dibandingkan dengan bagian-bagian yang lainnya. Bahkan untuk memperkuat kesan ini, maka pada sisi kiri dan kanan pintu dipasang masing-masing dua batang kayu/ppan yang diberi warna putih.
6. Fala’ (Gudang)
Fala’ merupakan rumah tinggal yang oleh masyarakat setempat menyebut sebagai rumah gudang. Penamaan ini sejalan dengan sala satu fungsi lumbung tempat penyimpanan hasil pertanian seperti padi dan jgung. Sementara sebutan Fala’ sendiri muncul karena adanya Dulang (Fala’) sebagai penghalau hama tikus yang ditempatkan pada bagian ujung atas tiang utama.
1. Pembagian Ruang
Secara Vertikal Fala’ terdiri dari beberapa susunan ruang yang disesuaikan dengan fungsinya natara lain sebagai berikut :
a. Siwo (kolong) digunakan sebagai tempat untuk binatang (hewan piaraan), terutama ayam dan kambing.
b. Liktaha merupaka bale-bale terbuka (tidak berdinding) yang digunakan sebagai tempat atau ruang unru manusia, yang memiliki serambi tengah yang disebut likhomi dan serambi yang lainnya disebut Likhabang biasanya digunakan untuk membersikan hasil panen sebelum disimpan atau sebagai tempat pengolahan makanan sebelum dimasak. Sedangkan likhabang digunakan sebagai tempat untuk duduk-duduk santai oleh kaum laki-laki/pria dan sebagai tempat menerima dan menjamu tamu, bahkan kadang-kadang digunakan sebagai tempat tidurnya tamu laki-laki.
c. Falah omi
Falah omi adalah sebagai tempat tinggal manusia (tidur, makan, kegiatan keluarga lainnya) yang sekalugus sebagai dapur dan tempat menyimpan perabot rumah tangga. Ruang ini secara keseluruan tertutup atap sehingga tidak diperlukan adanya dinding. Inti dari ruangan ini tidak ada pembagian ruang secara permanen yang membedakan antara area prifate (tidur) denga area yang bukan private (duduk/makan), melainkan berwujud sebagai ruang terbuka yang berpusat pada perapian yang terletak ditengah ruang.
Akui Taha merupakan tempat penyimpanan hasil pertanian (panen) seperti padi dan jagung ataupun hasil pertanian lainnya jadi Akui Taha dapat disejejerkan fungsinya sebagai lumbung.
Merupakan tempat penyimpanan hasil pertanian
(panenan) bagi seorang pemuda atau remaja yang belum menikah (berkeluarga). Pada ruangan ini dapat juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang-barang berharga (moko dan gong) milik keluarga atupun tempat penyimpanan hasil panen yang tidak muda dikeluarkan.
Bentuk denah dari rumah Gudang (Fala’) umunya adalah bujur sangkar yang berfariasi dalam ukurannya dan sangat tergantung kepada kemampuan satu keluarga . luas lantai bangunan untuk lantai paling bawah (liktaha) berkisar antar 28 m 2 sampai 32 m 2. namun demikian secara umum tampilan rumah Gudang fala’) ini dapat dikatakan sama.
Sumber foto : http://www.ascensionatsea.net/Indonesia/Indo_Alor_Takpala.htm